Sebelum terbit Undang - Undang nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 77 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI), pengelolaan sistem navigasi penerbangan ditangani langsung oleh PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) serta Kementerian Perhubungan yang mengelola bandara-bandara Unit Pelayanan Teknis di seluruh Indonesia.

BERDIRINYA PERUM LPPNPI

Ada 2 (Dua) hal yang melahirkan ide untuk membentuk pengelola tunggal pelayanan navigasi :Tugas rangkap yang diemban oleh PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero). Lembaga ini selain bertugas mengelola sektor darat dalam hal ini Bandar udara dengan segala tugas turunannya, juga bertanggung jawab mengelola navigasi penerbangan.

Audit International Civil Aviation Organization (ICAO) terhadap penerbangan di Indonesia. Dari audit yang dilakukan ICAO yaitu ICAO USOAP (Universal Safety Oversight Audit Program and Safety Performance) pada tahun 2005 dan tahun 2007, ICAO menyimpulkan bahwa penerbangan di Indonesia tidak memenuhi syarat minimum requirement dari International Safety Standard sesuai regulasi ICAO. Kemudian direkomendasikan agar Indonesia membentuk badan atau lembaga yang khusus menangani pelayanan navigasi penerbangan.





Pada bulan September 2009, mulai disusun Rancangan Peraturan Pemerintahan (RPP) sebagai landasan hukum berdirinya Perum LPPNPI. Pada 13 September 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan RPP menjadi PP 77 Tahun 2012 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI). PP inilah yang menjadi dasar hukum terbentuknya Perum LPPNPI. Setelah terbitnya PP 77 Tahun 2012 Tentang Perum LPPNPI ini, pelayanan navigasi yang sebelumnya dikelola oleh PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) serta UPT diserahkan kepada Perum LPPNPI atau yang lebih dikenal dengan AirNav Indonesia. Terhitung tanggal 16 Januari 2013 pukul 22:00 WIB, seluruh pelayanan navigasi yang dikelola oleh PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) dialihkan ke AirNav Indonesia. Pukul 22:00 WIB dipilih karena adanya perbedaan tiga waktu di Indonesia yaitu WIB, WITA dan WIT. Pukul 22:00 WIB berarti tepat pukul 24:00 WIT atau persis pergantian hari sehingga pesawat yang melintas di wilayah Indonesia Timur pada pukul 00:01 WIT atau tanggal 17 Januari 2013, pengelolaannya sudah masuk ke AirNav Indonesia. Sejak saat itu, seluruh pelayanan navigasi yang ada di 26 bandar udara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) resmi dialihkan ke AirNav Indonesia, begitu juga dengan sumber daya manusia dan peralatannya.

Dengan berdirinya AirNav Indonesia maka, keselamatan dan pelayanan navigasi penerbangan dapat terselenggara dengan baik karena sebelumnya pelayanan navigasi di Indonesia dilayani oleh beberapa instansi yaitu UPT Ditjen Perhubungan, PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), dan bandar udara khusus sehingga menyebabkan adanya perbedaan tingkat kualitas pelayanan navigasi dan tidak fokusnya penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan. Kepemilikan modal AirNav Indonesia sepenuhnya dimiliki oleh Republik Indonesia yang dalam hal ini diwakilkan oleh Kementerian BUMN. Sedangkan Kementerian Perhubungan berperan sebagai Regulator bagi AirNav Indonesia. Sebagai Perusahaan Umum yang bertujuan untuk meningkat pelayanan navigasi penerbangan di Indonesia, AirNav Indonesia menjalankan Business Process dengan cara Cost Recovery.

AirNav Indonesia terbagi menjadi 2 ruang udara berdasarkan Flight Information Region (FIR) yakni FIR Jakarta yang terpusat di Kantor Cabang JATSC (Jakarta Air Traffic Services Center) dan FIR Ujung Pandang yang terpusat di Kantor Cabang MATSC (Makassar Air Traffic Services Center). AirNav Indonesia merupakan tonggak sejarah dalam dunia penerbangan nasional bangsa Indonesia, karena AirNav Indonesia merupakan satu-satunya penyelenggara navigasi penerbangan di Indonesia.

BIDANG USAHA

Berdasarkan PP No. 77 tahun 2012 maksud dan tujuan pendirian Perum LPPNPI ialah melaksanakan penyediaan jasa pelayanan navigasi penerbangan sesuai dengan standar yang berlaku untuk mencapai efisiensi dan efektivitas penerbangan dalam lingkup nasional dan internasional. Sebagai Badan Usaha, tolak ukur kinerja AirNav Indonesia dilihat dari sisi safety yang terdiri atas banyak unsur seperti SDM, peralatan, prosedur dan lain sebagainya yang semuanya harus mengikuti perkembangan dan standar yang diatur secara ketat dalam Civil Aviation Safety Regulations (CASR).

MODAL USAHA

Modal Perum LPPNPI merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Besarnya modal Perum pada saat PP77 mulai berlaku sebesar Rp97.952.690.300,00 (sembilan puluh tujuh miliar sembilan ratus lima puluh dua juta enam ratus sembilan puluh ribu tiga ratus rupiah) berasal dari pengalihan barang milik negara pada Kementerian Perhubungan yang pengadaannya bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 dan 2011 dengan perincian:

a. peralatan navigasi pada Bandar Udara Iskandar di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah berupa antena pemancar dan penerima MF, alat komunikasi navigasi Instrument Landing System, alat komunikasi navigasi, fasilitas komunikasi penerbangan dan fasilitas navigasi dan pengamatan penerbangan sebesar Rp22.441.164.000,00 (dua puluh dua miliar empat ratus empat puluh satu juta seratus enam puluh empat ribu rupiah).

b. peralatan navigasi pada Bandar Udara Juwata di Tarakan, Kalimantan Timur berupa unit Transceiver Very High Frequency www.djpp.depkumham.go.id2012, No.176 10 Stationery dan Secondary Surveilance Radar sebesar Rp22.457.185.000,00 (dua puluh dua miliar empat ratus lima puluh tujuh juta seratus delapan puluh lima ribu rupiah).

c. peralatan navigasi pada Bandar Udara Sentani di Jayapura, Papua berupa alat penerima MF + AF, unit Transceiver Ultra High Frequency Portable, unit Transceiver Very High Frequency Portable, Doopler Very High Frequency Omnidirectional Range, alat komunikasi navigasi dan Voice Switching Communication System sebesar Rp48.658.401.000,00 (empat puluh delapan miliar enam ratus lima puluh delapan juta empat ratus satu ribu rupiah).

d. peralatan navigasi pada Bandar Udara Dewadaru di Karimun Jawa, Jawa Tengah berupa Doopler Very High Frequency Omnidirectional Range sebesar Rp4.395.940.300,00 (empat miliar tiga ratus sembilan puluh lima juta sembilan ratus empat puluh ribu tiga ratus rupiah).

Setiap penambahan penyertaan modal negara dalam Perum yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pengurangan penyertaan modal negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan setiap penambahan penyertaan modal negara yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.