News


Tingkatkan Konektivitas Regional, AirNav Terapkan Pertukaran Data Penerbangan Dengan Filipina



05 December 2020











TANGERANG – AirNav Indonesia menerapkan teknologi pertukaran data penerbangan antara air traffic control (ATC) system yang dimiliki Indonesia dengan ATC system yang dimiliki Filipina. Pertukaran data penerbangan ini dapat mendorong konektivitas ruang udara Indonesia di kawasan Asia Tenggara, khususnya dengan Filipina. Direktur Utama AirNav Indonesia, M. Pramintohadi Sukarno, pada Jumat (4/12), menyatakan bahwa pihaknya secara resmi telah berhasil menghubungkan pertukaran data penerbangan dengan Filipina sejak Kamis (3/12).

“Data penerbangan dari ATC system AirNav Indonesia di Makassar Air Traffic Services Center (MATSC) telah berhasil kami hubungkan dengan data penerbangan dari ATC system yang berada di Manila, Filipina. Teknologi yang menghubungkan data penerbangan kedua negara disebut dengan ATS Inter-facility Data Communication (AIDC), atau secara singkat dapat disebut sebagai komunikasi data antar sistem,” ungkapnya.

Dijelaskannya, teknologi ini memungkinkan pertukaran data secara otomatis antar ATC system. Hal ini merupakan sebuah terobosan baru bagi industri penerbangan Indonesia dan memiliki banyak keuntungan.

“Selain berkomunikasi dengan pilot pesawat udara, seorang Petugas air traffic control (ATC) juga melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pusat-pusat pengendalian lalu lintas udara negara lain. Sebelumnya, koordinasi dilakukan secara tradisional menggunakan alat telepon (direct speech) yang dapat langsung terhubung ke pusat pengendalian lalu lintas udara negara tetangga. Koordinasi yang disampaikan berisi tentang data penerbangan yang menghubungkan antar negara,” papar Praminthohadi.

Salah satu keunggulan AIDC, menurut Pramintohadi, yakni bekerja secara real time menjalankan pertukaran data penting penerbangan yang menghubungkan kedua negara. Segala informasi yang dipertukarkan berjalan melalui komunikasi antar ATC System dan dapat dimonitor secara langsung oleh air traffic controller di masing-masing negara.

“Dengan adanya penerapan AIDC antara Indonesia dengan Filipina, maka penerbangan lintas benua dari utara ke selatan atau sebaliknya dapat dikoordinasikan berbasis data, atau dalam istilah teknisnya disebut voiceless coordination. Indonesia dengan Australia telah lebih dahulu menerapkan teknologi ini beberapa tahun yang lalu dan telah berjalan dengan sangat baik, kini negara tetangga di bagian utara juga dapat ikut merasakan keuntungannya,” terangnya.

Teknologi ini memungkinkan Petugas ATC bekerja lebih fokus terhadap pengendalian lalu lintas penerbangan tanpa disibukkan lagi dengan koordinasi ke pusat pengendali negara lain. Penurunan beban kerja Petugas ATC, tentunya akan berdampak langsung terhadap peningkatan keselamatan dan efisiensi penerbangan.

“Kami mengapresiasi penyedia pelayanan navigasi penerbangan Filipina, yang pada pertengahan tahun 2019 lalu telah sepakat dengan Indonesia untuk menerapkan teknologi ini. Lalu pada akhir tahun 2019, uji coba penerapan AIDC antar kedua negara ini resmi dilakukan. Masa percobaan kala itu memerlukan waktu sekitar enam bulan, sejak tanggal 10 Oktober 2019 sampai dengan 23 April 2020,” ujar Pramintohadi.

Setelah masa uji coba selesai, dilanjutkan dengan tahap evaluasi. Pada tahap ini dilakukan penelitian mengenai keberhasilan dan kegagalan yang terjadi, kekurangan dan kelebihan yang ditemukan, serta dampak pada hubungan koordinasi jalur penerbangan yang menghubungkan antar kedua negara. Meski pandemi COVID-19 melanda dunia sejak awal tahun 2020, hal tersebut tidak menyurutkan kedua negara untuk terus mengejar penyelesaian implementasi teknologi ini. Melalui serangkaian diskusi yang dilakukan secara daring antara Indonesia dengan Filipina, tanggal 3 Desember 2020 disepakati sebagai hari pertama dimulainya pertukaran data penerbangan secara otomatis antara ATC system di MATSC dengan ATC system di Manila, Filipina.

“Ke depan, AIDC juga akan diimplementasikan untuk koordinasi antara pusat pengendalian lalu lintas udara di MATSC dengan pusat pengendalian lalu lintas udara di Port Moresby di Papua Nugini, Kota Kinabalu di Malaysia dan Oakland di Amerika Serikat. Penerapan teknologi ini akan semakin meningkatkan konektivitas udara Indonesia secara regional, sehingga dapat berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi nasional,” pungkasnya. (USH)




Back to News